Sunday 3 March 2013

Penyajian Koleksi Ruang Kolonial dan Kemerdekaan Museum Sejarah Jakarta



Penyajian Koleksi Ruang Kolonial dan Kemerdekaan
Museum Sejarah Jakarta Berdasarkan Pembabakan Masa
Oleh: Dodi Chandra

Jakarta merupakan wilayah yang sudah dihuni sejak masa prasejarah hingga saat ini. Artefak-artefak yang ditemukan di sepanjang aliran sungai Ciliwung merupakan salah satu buktinya. Pada masa klasik, Jakarta dikuasai oleh kerajaan Taruma yang dibuktikan dengan penemuan prasasti Tugu. Jakarta khususnya Sunda kelapa pada masa lalu adalah daerah kekuasaan kerajaan Taruma yang kemudian dikuasai kerajaan Sunda. Sebagai bandar yang ramai, berbagai bangsa datang berkunjung untuk berdagang. Perdagangan ini pula yang menyebabkan Belanda datang ke Indonesia (Soejono (ed), 1984) (Soemadio (ed), 1984). Pada masa Hindia Belanda, Batavia merupakan pusat administrasi pemerintah kerajaan Hindia Belanda. Selepas kolonialisasi, Indonesia memerdekakan diri dan menetapkan Jakarta sebagai ibukota. Sampai saat ini, Jakarta adalah kota metropolitan terbesar yang menjadi pusat pemerintahan, ekonomi, dan pendidikan Indonesia. Perkembangan Jakarta yang panjang dari masa prasejarah hingga modern ini dapat kita lihat di Museum Sejarah Jakarta yang berada di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.
Museum Sejarah Jakarta terletak di Taman Fatahillah No. 1 Jakarta Barat. Museum Sejarah Jakarta didirikan pada tahun 1710 pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Abraham van Reibeck. Sejarah Museum Sejarah Jakarta secara singkat adalah sebagai berikut:
-          1707-1710 : Gedung dibangun
-          1710-1816 : Balai Kota Batavia
-          1816-1905 : Kantor Residensi Batavia
-          1905-1925 : Balai kota Batavia
-          1925-1942 : Kantor Pengumpul Logistik Dai Nipon
-          1945-1952 : Kantor Gubernur Jawa Barat
-          1952-1968 : Markas Komando Militer Kota (KMK) 1
-          1968 : Gedung diserahkan ke Pemda Jakarta
-          30 Maret 1974 : Diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta oleh Gubernur Ali Sadikin
Secara periodisasi, ruangan di gedung utama museum ini dibagi menjadi masa Prasejarah, Klasik, Kolonial, dan Kemerdekaan. Ada satu ruang yang berhubungan dengan masa prasejarah, dua buah ruang Taruma, dan satu buah ruang Sunda. Pembahasan yang akan dilakukan saat ini berada di ruang dengan koleksi yang berhubungan dengan masa kolonial dan kemerdekaan. Ruangan tersebut yaitu: ruang Sunda Kelapa, ruang sejarah gedung, ruang Fatahillah, ruang mebel abad ke-17, ruang J. P. Coen,  ruang Betawi, ruang serangan Mataram ke Batavia, ruang mebel abad ke-17-19, ruang dewan pengadilan abad 18, ruang kerja abad ke-18, ruang tidur abad ke-18, ruang Daendels, ruang Raffles, ruang Dewan Kotapraja abad ke-18, ruang tidur abad ke-19, ruang Diponegoro, ruang mebel abad ke-19 dan pintu masuk.
Deskripsi masing-masing ruangan yang berkaitan dengan masa kolonial dan kemerdekaan yang berada di Museum Sejarah Jakarta adalah sebagai berikut:
1.      Ruangan Sunda Kelapa
Pada ruangan ini terdapat beberapa koleksi, diantaranya: minatur kapal Portugis (kapal Barca, kapal Carela, dan kapal Nau), prasasti Padrao, pakaian orang Portugis, dan keterangan-keterangan yang menjelaskan masuknya Portugis ke Sunda Kelapa. Secara umum memang ruangan Sunda Kelapa ini kurang menampilkan dengan baik gambaran mengenai Sunda Kelapa sebagai suatu pelabuhan yang ramai di masa lalu. Hal ini dikarenakan koleksi yang ditampilkan hanya koleksi yang berkaitan dengan kedatangan Portugis ke Sunda Kelapa. Padahal pedagang asing yang berdagang di Sunda Kelapa datang dari berbagai bangsa.
2.      Ruang Sejarah Gedung
Koleksi yang ditampilkan di antaranya papan peringatan Balai Kota, informasi mengenai kronologi bangunan, dan beberapa papan informasi. Ruangan ini digunakan sebagai jalur penghubung antara bagian belakang dengan bagian dalam museum.
3.      Ruang Fatahillah
Koleksi yang disajikan pada ruang ini adalah gong, maket gereja Batavia Baru, maket klenteng, dan mimbar. Secara umum ruangan ini tidak dapat menjelaskan sosok dari Fatahillah itu sendiri. Informasi mengenai koleksi yang ada tidak dipaparkan dengan lengkap sehingga pengunjung tidak memahami hubungan koleksi dengan penamaan ruang.
4.      Ruang Pameran Temporer
Koleksi yang dipamerkan pada kunjungan tanggal 20 Desember 2012 adalah cetakan bata yang digunakan saat pembangunan gedung-gedung di Batavia, 2 buah kotak display kosong, senjata lokal (kujang, mandau, trisula, tombak), persenjataan tentara VOC, papan informasi mengenai koleksi.
Fungsinya sebagai ruang pameran temporer kurang berfungsi optimal. Ini terlihat dari pemanfaatan ruangan yang kurang optimal karena ruangannya yang luas tidak diimbangi dengan  koleksi yang banyak. Koleksi yang disajikan juga terkesan tidak memiliki hubungan satu sama lain.
5.      Ruang J. P. Coen
Koleksi yang disajikan di runag ini di antaranya adalah meja, kursi panjang, lemari. Selain koleksi mebel, di ruangan ini juga terdapat foto bangunan Museum Sejarah Jakarta. Koleksi mebel yang dipamerkan sebenarnya kurang memiliki hubungan dengan tokoh J. P. Coen dan informasi yang diberikan sangat minim sehingga tidak dapat menjelaskan ruangan secara keseluruhan.
6.      Ruang Mebel abad ke-17








Koleksi mebel yang dipamerkan antara lain adalah meja, kursi, lemari, ayunan, sangkar burung, tempat tidur yang berasal dari abad ke-17. Dalam label tidak diberikan keterangan mengenai fungsi dan keterkaitan ruang dengan museum.
7.      Ruang Betawi
Koleksi yang ada di ruang Betawi ini adalah meja dan kursi, alat musik tanjidor (terdiri dari seperangakat terompet dan gendang), alat musik gambang kromong (yang terdiri dari gambang kromong, gendang, kecrek, dan gong, terdapat juga ningon dan kongahyan yang berasal dari pengaruh Cina), pakaian pernikahan Betawi, papan informasi mengenai tarian adat (Topeng dan Ronggeng) dan ragam bahasa Betawi. Sajian koleksi yang ada di ruang Betawi ini dirasa sudah cukup mewakili.
8.      Ruang serangan  Mataram ke Batavia
Satu lagi ruangan yang masuk dalam ruangan periode kolonial adalah ruang serangan Mataram ke Batavia. Serangan yang dilakukan oleh Sultan Agung ini dilakukan dua kali namun tidak ada yang berhasil. Koleksi yang dipamerkan adalah lukisan berukuran besar yang menggambarkan penyerangan Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629 yang dibuat oleh S. Soejono. Pada ruangan ini juga terdapat 2 koleksi meriam yang tidak memiliki keterangan.
9.      Ruang di lantai dua gedung utama
Terdiri dari ruang mebel abad ke-17-19, ruang dewan pengadilan abad 18, ruang kerja abad ke-18, ruang tidur abad ke-18, ruang Daendels, ruang Raffles, ruang Dewan Kotapraja abad ke-18, ruang tidur abad ke-19, ruang Diponegoro, ruang mebel abad ke-19. Ruangan-ruangan ini menyajikan beragam koleksi mebel seperti temapt tidur, meja, kursi, kaca, lemari, meja permainan, dan bangku. Penyajian koleksi mebel yang terlalu banyak dan kondisinya yang sudah mulai rusak sangat disayangkan.
10.  Pintu Masuk
Tepat begitu kita masuk ke dalam gedung melalui pintu utama terdapat sebuah ruangan yang menampilkan diorama proses hukuman mati di depan gedung Balai Kota Jakarta. Selain itu terdapat lemari tempat penyimpanan pedang eksekusi hukuman mati, terdapat pula lambang kota Jakarta yang dijabarkan pada permukaan perisai. Di bagian pintu masuk juga terdapat denah museum, papan informasi yang memberikan keterangan untuk setiap koleksi serta loket karcis.
Secara umum koleksi yang ditampilkan di Museum Sejarah Jakarta kurang menggambarkan sejarah dari kota Jakarta sendiri. Ruangan yang ada tidak dioptimalkan dalam memamerkan koleksi, sehingga terdapat bagian-bagian yang kosong dan tidak berfungsi dengan baik. Koleksi yang ada tidak semuanya sesuai dengan periodisasi ruangan. Penataan koleksi juga kurang ditata dengan baik dan beberapa dari koleksi tidak diberikan keterangan atau deskripsi mengenai koleksi tersebut. Selain itu, jumlah koleksi mebel yang ditampilkan jumlahnya terlalu banyak dan kondisinya rusak sangat mengganggu. Saran bagi pengelola gedung Museum Sejarah Jakarta adalah:
1.        kurangi koleksi mebel yang berada di lantai dua gedung utama karena jumlahnya terlalu banyak.
2.        Sesuaikan koleksi yang disajikan dengan nama ruangan pamer agar tidak membingungkan pengunjung seperti yang terjadi di ruang Sunda Kelapa, ruang J. P. Coen, ruang Daendels, ruang Raffless, ruang Diponegoro, dan ruang Fatahillah.
3.        Tambahkan koleksi yang berhubungan dengan ruang serangan Mtaram ke Batavia.
4.        Berikan label dan caption yang menarik yang berisi informasi mengenai koleksi yang disajikan.
5.        Tata ulang alur cerita antar ruang di museum ini agar kronologi pembabakan dapat dilihat dengan jelas.
            Penataan ulang koleksi di gedung utama Museum Sejarah Jakarta apabila dilakukan dengan baik maka akan menambah nilai gedung museum sendiri. Apalagi bila penataan ruang dan alur yang dilakukan disesuaikan dengan pembabakan sejarah di Jakarta.

Daftar Pustaka
Heuken, Adolf. 2000. Historical Sites of Jakarta. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka.
Soejono, R. P (ed), 1984. Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah. Jakarta: Depdikbud.
Soemadio, Bambang (ed), 1984. Sejarah Nasional Indonesia II: Zaman Kuna. Jakarta: Depdikbud.
Sulistyowati, Dian, 2009. Strategi Edukasi dan Pemasarannya: Studi Kasus Museum Sejarah Jakarta. Skripsi FIB UI. Tidak diterbitkan.
Utama, Satria, 2011. Tata Pamer yang Komunikatif di Museum Sejarah Jakarta. Skripsi FIB UI. Tidak diterbitkan.

No comments: